Matamu sungguh cantik dek. Bolehkah aku memilikinya?
Parasnya sungguh menawan. Itulah argumenku waktu pertamakali bertemu dengannya, di dekat warung Ibu Mar. Yang paling kusuka darinya adalah matanya yang selalu menampilkan warna yang berbeda-beda. Terkadang berwarna coklat, biru atau hitam pekat.
Hari ini adalah hari ketiga aku bertemu dengannya di warung Ibu Mar. Seperti biasa dia membeli gorengan kesukaannya. Sebagai lelaki yang jantan, aku tidak mungkin melepaskan kesempatan untuk berkenalan dengannya.
" Neng, kenalan dong," dengan nada yang biasa aku lakukan kepada semua perempuan di desa ini.
Tapi sepertinya nasibku hari ini sangat malang, dia lebih memilih gorengan Ibu Mar daripada aku yang daritadi merayunya. Sialan. Dia pergi begitu saja. Akan aku coba di lain waktu.
Dan seperti aku duga, untuk beberapa ini aku selalu tertangkap basah membuntuti bunga desa tersebut hingga suatu malam aku mendapatkan keberanian.
"Neng, abang suka dengan neng. Apalagi mata neng itu bikin abang tambah demen,"
Dan untuk kesekian kalinya dia mengeluarkan muka yang merendahkan aku. Tapi yang pasti seminggu kemudian desa dikejutkan dengan hilangnya anak Pak Toni. Saat itu hatiku terpukul-pukul. Malang sekali nasibku, sudah ditolak mentah-mentah sekarang dia pergi menghilang. Sialan. Tapi biarlah, aku masih bisa melihat matamu yang sangat indah itu. Yang selalu menghiasi kotak asbak kamar tidurku.